Tajir Melintir, Kenapa Miliuner Malah Pilih Hidup Sederhana?
Di zaman serba media sosial seperti sekarang ini, banyak orang yang memamerkan kehidupan dan barang mewah mereka hingga akhirnya muncul istilah crazy rich. Nyatanya, di Indonesia, sudah ada dua orang dengan julukan tersebut yang mendekam di penjara karena kekayaan mereka bukan dari cara yang benar.
Bukan cuma itu, orang yang nyatanya tajir melintir biasanya justru tidak suka menunjukan harta mereka. Coba tengok daftar 10 orang terkaya di dunia. Tak ada satupun dari mereka yang hobi pamer kekayaan, meskipun dengan uang yang mereka miliki, mereka sebenarnya bisa membeli apa saja.
CEO Berkshire Hathaway, yang juga orang terkaya kelima di dunia, Warren Buffett, dikenal menjalankan gaya hidup hemat. Buffett sudah tinggal di rumahnya di Omaha, Nebraska, selama lebih dari 60 tahun. Meski nilai kekayaannya sudah naik berkali-kali lipat, ia tidak serta-merta pindah ke villa mewah di California berharga ratusan miliar.
Buffett juga tidak mengoleksi Ferrari atau Rolls-Royce. Ketika banyak miliuner berkendara dengan mobil sport mewah, dia lebih memilih memakai mobil yang lebih murah. Mobil Buffett adalah Cadillac XTS yang dia beli pada 2014.
"Sebenarnya, saya hanya berkendara sekitar 3.500 mil setahun, jadi saya akan sangat jarang membeli mobil baru," katanya kepada Forbes.
Bagi orang super kaya, berhemat adalah cara untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap remeh nasib baik dan kekayaan yang mereka punya. Ini tentu berbeda dengan konsep hemat bagi kebanyakan orang yang menjalankan frugal living sebagai bentuk pengendalian diri
Mengutip Vice, Rachel Sherman, seorang profesor sosiologi di New School for Social Research, New York, telah mempelajari kebiasaan belanja di kalangan orang kaya. Riset itu menemukan bahwa banyak di antara mereka yang sangat berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Mereka tak suka menarik perhatian dengan membeli barang-barang mewah. Sebaliknya, orang-orang super kaya ini justru berusaha membelanjakan uang mereka "senormal mungkin."
Anda mungkin familiar dengan konten anak-anak muda usia 20-an yang pamer kekayaan orang tuanya. Namun, menurut Sherman, orang super kaya yang ia teliti justru menjadikan konten-konten seperti itu sebagai contoh buruk yang tak layak ditiru. Mereka tidak ingin menjadi seperti itu.
"....mereka ingin mengatakan bahwa, 'Ya, kami kaya, tapi kami bukan tipe orang kaya yang suka menarik perhatian'. Mereka agak menjauhkan diri dari hal seperti itu."
Seorang wanita yang menjadi responden penelitian Sherman mengaku bahwa suaminya melarang dia untuk memberi tahu pada keluarga jauh tentang harga barang atau layanan yang mereka bayar. "Mereka akan berpikir bahwa kami adalah orang paling gila di dunia. Padahal kami tidak seperti itu. Kami seperti orang normal lainnya."
Responden lain mengatakan bahwa dia sengaja melepas label di roti seharga US$6 atau sekitar Rp85 ribu (kurs Rp14.310/US$) yang dia beli di toko kelontong agar tak dilihat oleh babysitter mereka. Ini dilakukan karena dia merasa tidak nyaman jika ada gap besar antara keluarganya sendiri dan sang pengasuh.
"Orang kaya yang saya teliti sangat hati-hati dengan implikasi moral dari privilege yang mereka dapatkan," kata Sherman, yang dikutip Vice. "Kebiasaan hemat adalah salah satu cara kita menilai apakah orang kaya itu baik secara moral atau buruk secara moral."
Pada faktanya, keluarga kaya yang diwawancarai Sherman tak sepenuhnya hidup hemat. Meski tidak dipamerkan, pembelanjaan mereka tetap di atas rata-rata orang pada umumnya. Mereka tetap menghabiskan miliaran rupiah untuk biaya sekolah anak, renovasi rumah, dan liburan keluarga yang nyaman setiap tahun, tetapi kebanyakan dari orang super kaya ini tetap menyebut pengeluaran mereka tak jauh berbeda dengan kebanyakan orang lainnya.
Komentar
Posting Komentar